Coffee Talk Bareng Hadi Ismanto: Food Culture, Movement Coffee Shop, serta Media Lifestyle
Cek obrolan lengkapnya dengan founder Manual Jakarta slash ZOU di sini.
Hadi Ismanto menjadi salah satu figur yang dikenal lewat kiprahnya bersama karya jurnalistik bernama Manual Jakarta serta mendukung berbagai brand bersama ZOU. Selama bertahun-tahun, Hadi sudah melihat gimana perkembangan beragam industri lifestyle, khususnya kuliner Indonesia yang nggak bisa dibantah kalau emang semakin berkembang dari tahun ke tahun.
Apalagi ketika kita menyorot tentang kopi yang terus menjadi bahan andalan dari berbagai coffee shop saat ini karena mereka sendiri udah mengerti, bahwa biji kopi asli Indonesia telah diakui dunia dengan kualitas yang nggak pernah mengecewakan. Di luar itu semua, movement coffee shop yang cenderung lebih berani juga udah mulai terlihat dengan ngerilis produk di luar urusan FnB.
Hypebeast Indonesia berkesempatan buat ngobrol tentang gimana pandangannya terhadap food culture Indonesia, kopi yang terus dicari dan dikembangin oleh food culture Indonesia, hingga movement coffee shop saat ini yang semuanya dirangkum dari kacamata Hadi Ismanto.
HB: Halo Hadi! Lagi sibuk ngerjain apa lately?
Hadi Ismanto (HI): Halo HBID team, lately gue lagi sibuk mengembangkan project-project di bawah Manual dan juga ZOU. Baru-baru ini juga memulai sebuah investment fund bernama 20/WOL bersama dengan dua partner lainnya.
HB: Kita lihat karir lo bersama Manual Jakarta sering nge-highlight food culture di Indonesia. Sebagai orang media, kenapa lo memilih untuk ‘bermain’ di ranah kuliner?
HI: Dari awal kuliner sebenarnya bukan jadi fokus utama kami, sebagai media yang berfokus terhadap topik quality lifestyle, ranah kuliner adalah salah satu pillar dan juga yang paling approachable dibandingkan pillar lainnya, serta momentum yang tepat di 10 tahun lalu ketika terjadi pergeseran dari definisi lifestyle yang dulu ke yang sekarang dan semuanya banyak dimulai oleh teman teman yang ada di ranah kuliner.
HB: Gimana pandangan lo tentang industri FnB dari kacamata media sendiri? Apalagi bicara soal FnB, kita bisa ngelihat sekarang banyak brand punya beragam produk dengan cara jualan yang berbeda-beda.
HI: 10 tahun terakhir, kita melihat perkembangan yang begitu pesat, bukan hanya dari kuantitas dan kualitas, tapi juga dari definisi sebuah bisnis FnB itu sendiri, yang di mana lebih dari produk berkualitas, banyak juga yang mulai sadar akan pentingnya sebuah experience yang bukan sifatnya gimmicky, tapi authentic dan genuine, dari visual, interior, sampai dengan talent-nya.
”Bisnis FnB banyak juga yang mulai sadar pentingnya sebuah experience yang bukan sifatnya gimmicky, tapi authentic dan genuine dari visual, interior, sampai dengan talent-nya.”
HB: Kerja di media bikin lo punya ‘sense of journalism’ yang pastinya bisa ngelihat sisi lain dari industri FnB. Apa aja poin-poin yang ngebuat lo tertarik untuk membahas sebuah restoran/bar/coffee shop selama bekerja di media?
HI: Buat gue pribadi, menariknya adalah bagaimana restoran/bar/coffee shop bukanlah bagian dari quality lifestyle yang pada umumnya sulit untuk dicerna, apalagi intimidating. Tapi ini juga seperti pedang bermata dua–di mana sering sekali hal yang ditonjolkan oleh media, old and new, sifatnya hanya sekedar di permukaan seperti komen generik bagaimana “kuenya tidak terlalu manis” ataupun “tempat ini Instagram-mable banget” hahaha.
Padahal sebenarnya banyak sekali yang bisa diangkat ketika kita menguliknya lebih dalam lagi, seperti darimana biji kopi itu diambil, siapa talenta di balik sebuah brand beserta pemikiran pemikiran kreatif yang mereka aplikasikan kepada sebuah brand.
HB: Seberapa excited lo untuk ngebahas FnB di Manual Jakarta kalau dibandingkan dengan industri lainnya? Apa alasannya?
HI: Nggak hanya di Manual, tapi udah menjadi kebiasaan gue pribadi dalam usaha-usaha gue untuk menganalisis dan membaca perkembangan kreatif di sebuah komunitas ataupun kota melalui FnB-nya terlebih dahulu. Biasanya melalui pintu FnB, banyak pembelajaran yang gue dapetin, khususnya dari sektor kreatif lain seperti grafis, interior, produk, fashion dan lain sebagainya. Bukan hanya melihat dan belajar dari apa yang disajikan, tapi juga melihat komunitas/pengunjung yang sering ada di tempat tersebut.
HB: Menarik lebih ke dalam, kita tahu coffee culture di Indonesia nggak ada matinya. Kekayaan biji kopi di Indonesia juga udah diakui dunia. Gimana pandangan lo tentang coffee culture di sini?
HI: Setuju banget, gue bersyukur karena memiliki privilege untuk bisa kuliah di Melbourne yang kerap disebut sebagai coffee capital of the world. Gue pun bersyukur karena 10 tahun lalu ketika gue memutuskan untuk menetap di Jakarta, momentumnya sangat pas ketika third wave coffee culture baru saja dibangun dan diciptakan.
10 tahun ke belakang, gue senang melihat banyaknya coffee shop yang udah memiliki standar lebih dari sekedar “kopi enak” tapi juga bagaimana pentingnya peran desain, komunitas dan juga sustainability yang diusung oleh beberapa coffee shop yang ingin mengembangkan tugas tersebut dari hulu ke hilirnya.
HB: Apa sisi positif dari coffee culture yang pernah lo rasakan selama ini?
HI: Sebagai eye opener terhadap potensi potensi kreatif yang sering sekali tidak pernah terdengar atau terlihat contoh pengaplikasiannya. Gue juga senang ngelihat bagaimana coffee culture di Jakarta yang tergolong sehat dan sering adanya kolaborasi multi stakeholders, sehingga terjadi sebuah level edukasi mengenai apa itu “quality lifestyle” tanpa berusaha menggurui dan juga berdampak kepada masyarakat luas.
HB: Barisan coffee shop yang bermunculan di berbagai kota juga menghadirkan barista-barista yang pastinya punya skillset berbeda-beda. Apa yang bisa lo lihat dari coffee craftsmanship yang juga lagi terus berkembang hingga saat ini?
HI: Yang baik yang gue liat sekarang ini adalah bagaimana sebuah pekerjaan berbasis hospitality udah mulai mendapatkan kelas dan respect yang melebihi dari jaman sebelumnya. Masih banyak PR tentunya, tapi ini merupakan progress yang udah sangat baik, hanya yang harus diperhatikan dan disadari dari seluruh stakeholder kreatif, bahkan dari sektor kreatif lainnya adalah, untuk mencapai sebuah craftsmanship level, diperlukan waktu, komitmen, dedikasi dan a level of passion yang memang tidak sedikit dan harus kita dukung.
”Coffee craftmanship masih banyak PR tentunya, tapi progress-nya udah sangat baik. Yang harus diperhatikan dan disadari dari seluruh stakeholder/sektor kreatif lainnya adalah untuk mencapai sebuah craftsmanship level diperlukan waktu, komitmen, dedikasi serta a level of passion yang tinggi.”
HB: Dari semua bahan asli Indonesia, seberapa penting lo menilai biji kopi dalam industri FnB?
HI: Bukan yang terpenting tapi pastinya salah satu yang penting seperti ketika kita membuat meja contohnya bisa aja mendapatkan level of estetika yang diinginkan tapi kalau kualitas kayu yang digunakan cepat rusak atau kopong, buat apa juga ya.
Selain mengedepankan pentingnya kualitas biji kopi yang digunakan penting juga untuk melihat bahwa stakeholder-nya juga banyak seperti para petani, akademisi dan juga para coffee roaster itu sendiri. Biji kopi yang berkualitas tentunya diharapkan akan meningkatkan not only everyone’s level of craftsmanship, tapi juga everyone’s level of welfare and prosperity.
”Biji kopi yang berkualitas tentunya diharapkan akan meningkatkan not only everyone’s level of craftsmanship, tapi juga everyone’s level of welfare and prosperity.”
HB: BAKED. sebagai salah satu bisnis FnB yang fokus dengan produk kopi nggak pernah berhenti buat ngasih inovasi buat para konsumen. Gimana pendapat lo tentang movement BAKED. selama ini?
HI: Menjadi salah satu Bali-based brand yang sempat mencuri perhatian gue karena berhasil menggabungkan berbagai komunitas dan pelanggan yang berasal dari mass market, early adopters, dan juga innovators. Nggak banyak yang bisa melakukan ini khususnya di Indonesia yang masih sangat menjunjung “mass market segment all the way” untuk bisa berhasil.
”BAKED. berhasil mencuri perhatian gue karena bisa menggabungkan berbagai komunitas dan pelanggan yang berasal dari mass market, early adopters, dan juga innovators. Nggak banyak yang bisa melakukan ini khususnya di Indonesia.”
HB: BAKED. juga nggak ragu buat bikin merchandise yang mempresentasikan brand mereka sendiri. Baru-baru ini mereka juga collab apparel collection dengan Hypebeast Indonesia. Gimana lo ngelihat hal ini dari segi kolaborasi dan marketing?
HI: Bagus sekali, sepertinya gue pribadi ngelihat di Indonesia udah banyak sekali coffee shops yang menyajikan kopi yang berkualitas juga interior yang unik, nyaman dan didesain, dibangun dengan sangat sangat baik. Banyak sekali kolaborasi yang diusung oleh brand-brand lainnya, tapi masih sangat sedikit yang tepat sasaran secara execution serta segmentation. Kolaborasi BAKED. bersama Hypebeast Indonesia ini selain tepat sasaran, tapi juga dieksekusi dengan baik secara rasa, desain, dan overall visual.
HB: Gimana lo ngelihat kopi sebagai bagian penting dalam ngedukung aktivitas sehari-hari?
HI: Udah menjadi my staple need! There’s a reason why they call coffee “a battery acid” dan merupakan cara pertama gue recharge di sehari hari gue, setiap beberapa jam sekali hahaha.