Surya Aditya dan Caranya Melestarikan Budaya Indonesia lewat Jewelry
Co-founder Sweda bicara pentingnya roots dan craftsmanship buat nembus market global.
Kalau ngobrolin industri jewelry di Indonesia dan sejumlah label yang aktif bermunculan dalam beberapa tahun belakangan, salah satu nama yang paling mencuri perhatian adalah Sweda.
Sebagai sebuah custom jewelry label yang berasal dari Kotagede; wilayah di Yogyakarta yang selama berabad-abad dikenal dengan kerajinan silver atau peraknya, Sweda bisa dibilang jadi regenerasi di era sekarang yang nerusin silver culture di sana dengan produk-produk silver jewelry-nya. Yang menarik, Sweda tetep stick sama roots kerajinan perak di tempat asalnya dengan menggunakan teknik-teknik tradisional dalam setiap proses pembuatan jewelry-nya yang ngutamain craftmanship serta kualitas.
Dikombinasiin sama brandingan yang appealing dan relevan buat saat ini, Sweda berhasil nembus market global dan sepanjang perjalanannya berkolaborasi dengan nama-nama ikonik dalam subculture, dari skateboarder legendaris Christian Hosoi hingga brand kayak Tribal dan sebagainya.
Buat nyari tau lebih jauh soal mereka, Hypebeast Indonesia nyamperin co-founder Sweda, Surya Aditya, di studio dan headquarter mereka di Kotagede dan workshop-nya di daerah Bantul, Jogja. Surya ngebahas mulai dari pandangan mereka dalam preserving the culture, energi dan spirit mereka sebagai brand, dan pendapat soal industri jewelry lokal. Nggak cuma ngobrol, kami juga sempet ngeliat proses pembuatan salah satu cincin mereka.
Baca interview kami berikut ini.
HB: Surya, gimana awal ketertarikanmu sama jewelry, terutama silver? Apa yang bikin silver itu spesial, menurutmu?
Surya (S): Well, basically I just love wearing some jewels on me. Initially, pada saat itu nyari jewelry dengan taste dan specifically seperti mauku itu susah. Then, I came up with an idea to make ring yang both fancy (as it’s logam mulia) dan still affordable dengan desainku sendiri. Desain itu lalu aku kasih ke tetanggaku yang adalah pengrajin perak dan he turned around my design into this beautiful ring dengan proses tradisional yang sangat aku apresiasi.
HB: Kamu tumbuh di Kotagede, daerah di Jogja yang berpuluh-puluh tahun terkenal dengan kerajinan silver-nya dan sekarang masih tinggal di sana. Gimana tempat itu menginspirasimu sebagai custom jewelry maker sampai saat ini?
S: Born and raised in Kotagede and surrounded by arts and culture scene membuat aku aware dengan local culture dan how they are worthy to be preserved. Walaupun sebenernya setauku dari simbah buyut nggak ada yang berkecimpung di industri silver. Meskipun, aku nggak tau ya kalo leluhurnya buyutku apakah ada yang berasal dari industri silver.
HB: Menurut pendapatmu, apa yang perlu dikembangin, soal kerajinan jewelry dan industrinya di tempat asalmu? Apa yang penting?
S: Tentu kualitas always comes first ketika kita offer products ke market, dan tentunya industri silver di sini produksinya sudah terkenal berkualitas baik. But we dont leave it there, hal-hal seperti segi desain, branding, dan marketing pun memiliki peranan buat ngembangin industri ini. Some makers only focus on the production part, but they often forget how to build the brand properly. Padahal ketiga hal yang kusebutin tadi penting dan berkesinambungan untuk maintaining its existence.
HB: Waktu pertama kali bikin Sweda, apa tujuan awalnya?
S: Nguri-uri kabudayan Jawi sinambi golek bathi nang dunyo iki, kalo kata orang Jawa, hahaha!
“Born and raised in Kotagede and surrounded by arts and culture scene membuat aku aware dengan local culture dan how they are worthy to be preserved.”
HB: Dalam proses perjalanannya, apa yang menginspirasi Sweda sebagai sebuah brand?
S: Yang menginspirasi kebanyakan dari temen-temen yang keep practicing art, music, and subculture in their daily life. Selebihnya, aku dapat inspirasi dan referensi dari internet.
HB: “Traditional craftsmanship” jadi slogan buat Sweda, dan kayaknya, kalimat itu punya makna yang lebih dalam dari hanya sekadar sebuah slogan. Apa message yang Sweda sampein lewat tagline “traditional craftsmanship”? Apa artinya bagi kalian?
S: This is how we run our brand. Dengan tagline itu sendiri sebenernya sudah mewakili dasar bisnis dan goal brand kita yaitu preserving the traditional craftsmanship in the modern era by doing it everyday. Kita raise awareness bahwa melestarikan traditional craftsmanship bisa dilakukan dengan cara yang relevan melalui budaya anak muda sekarang dan dapat diterima oleh market yang luas.
HB: Jadi penasaran, bisa dijelasin secara singkat nggak teknik tradisional yang kalian lakuin dalam proses pembuatan jewelry? Apakah itu teknik turun temurun yang berasal dari industri silver di Kotagede sendiri?
S: Kalau ngomongin exclusivity, aku nggak yakin apakah teknik-teknik tradisional yang kita pakai itu emang identik dan berasal dari Kotagede, karena teknik-teknik tersebut seperti teknik gergaji manual, ondel, meniran, tatah, dan sebagainya sering dipraktekkan di daerah lain juga. Namun yang jelas, teknik tersebut telah ada dan digunakan dari generasi dulu sampe sekarang di Kotagede. Sejauh yang pernah aku baca dalam sebuah buku, budaya dan industri silver jewelry sudah ada sejak era Majapahit bahkan sudah ada pada abad sebelumnya, tepatnya di abad 8 di Pulau Jawa. Bahkan I do believe, jewelry sudah ada jauh lebih awal dari itu. It means, eksistensi budaya tersebut sudah ada dengan beragam teknik-teknik tradisional yang sudah tersebar dan diturun-temurunkan.
“Hal-hal seperti segi desain, branding, dan marketing pun memiliki peranan buat ngembangin industri ini. Some makers only focus on the production part, but they often forget how to build the brand properly.”
HB: Yang menarik, Sweda bisa dibilang punya market internasional yang gede, bahkan jauh lebih besar dari market lokal. Apakah dari awal kalian udah kepikiran buat ekspansi ke market global? Menurutmu, faktor apa yang bikin Sweda dapet respon positif dari market luar?
S: We have 80% market in the (United) States. Sebenernya kita nggak begitu expect kalau kita bisa go global se-massive ini dengan 80% clients kita dari Amrik, but turn out God is good; ketika kita memiliki niat yang baik untuk preserving the culture, kita diberikan jalan untuk dapet market internasional. Selain adanya market scoop, kita bisa dapat respon positif karena yang kita offer not only good quality products but also the value of the brand, plus proses yang kita jalanin untuk membuat one-of-a-kind jewelries (yaitu dengan traditional craftsmanship itu tadi). And even better, they know how to appreciate and value the process of traditional craftsmanship yang bisa dianggap rare dan kadang kalah dengan teknik-teknik modern.
View this post on Instagram
HB: Sweda dalam perjalanannya nggak bisa dilepasin dengan yang namanya kolaborasi. Kalian udah collab sama nama-nama kayak Christian Hosoi, Tuyuloveme, Museum Nasional Indonesia, seniman Jet Martinez dan organisasi non-profit PangeaSeed Foundation, dan bahkan brand-brand seperti Us Versus Them, Tribal, dan sebagainya. Apakah ada alasan khusus memilih para kolaborator tersebut?
S: We’ve been working with plenty of known individuals and brands, both from the same scene as well as from across cultures. Kolaborasi yang telah dan akan kita lakukan sesederhana karena we love what they do whether as a brand or individual.
HB: Apa prinsip Sweda dalam berkolaborasi?
S: As simple as we love and appreciate what they do, selama mereka nggak go against our principals. Banyak kolaborasi yang kita lakukan atas dasar apresiasi satu sama lain dan juga just a straight fun collaboration.
HB: Apakah ada cerita menarik yang pengen kalian share soal salah satu kolaborasi yang udah pernah dilakukan?
S: Hal yang menarik adalah ketika orang-orang nanyain bagaimana Sweda bisa kolaborasi dengan nama dan brand terkenal yang somehow seems unreachable. Meanwhile, kenyataannya, cara kita reach out mereka se-simple personal message through DM and e-mail without paid endorsement approach, etc hahaha! It all started with a purely personal relationship.
Sebenarnya semua kolaborasi menarik, but one thing I find it amusing adalah ketika we work for Machine Gun Kelly (MGK). Singkat cerita, we made him ring since 2017 dan pas tahun 2019 di manggung di Jakarta sebagai bagian dalam world tour-nya, he gave us backstage access for our team to meet him dan kita bisa ngasih cincinnya langsung ke dia. He proudly showed the rings when on stage and shouted “Sweda!”. Wholesome moment!
“Kita raise awareness bahwa melestarikan traditional craftsmanship bisa dilakukan dengan cara yang relevan melalui budaya anak muda sekarang dan dapat diterima oleh market yang luas.”
HB: Oiya, bisa ceritain soal sub-brand kalian, Brassco by Sweda?
S: Lahirnya Brassco by Sweda dateng dari demand client yang udah lama bekerja sama dengan kita. Mereka mulai demand ke produk lain yang non-jewelries seperti car and bike accesories yang terbuat dari bahan non-logam mulia. Dengan adanya demand tinggi dan peluang market yang baik, kita akhirnya research dan build brand ini. Sampai dengan hari ini, kita udah bekerja sama dengan banyak renowned car clubs and brands.
HB: Ngomongin soal teknik crafting dan customizing jewelry, apa yang kalian pengen coba terus eksplor?
S: Kita sekarang in process studying metal carving yang jarang di Indonesia, tapi teknik itu familiar di AS dan Eropa. Kita yakin, once kita bisa memahami metal carving, kita dapat mengkombinasikannya dengan teknik-teknik lain yang akan ngehasilin produk-produk yang menarik. New technique, new market, hahaha!
HB: Beberapa waktu lalu, Sweda sempat menggelar workshop pembuatan jewelry dari silver, di Jakarta dan Singapura. Apakah ada rencana buat bikin lagi?
S: Definitely. Sempet dapet tawaran buat ngadain workshop di Eropa tapi belum kita realisasikan karena pandemi. We hope kita bisa dapat opportunity untuk doing workshopt at the States as well.
HB: Gimana kamu melihat perkembangan brand jewelry lokal, terutama silver? Dan menurutmu, apa yang bisa dilakuin ke depannya supaya makin berkembang ke arah yang lebih baik?
S: Sepertinya udah banyak bermunculan brand lokal tinggal gimana market lokal merespon hal itu. Karena bisnis jewelry terutama silver dan emas itu nggak sepantesnya dijual murah karena value dan materialnya pun tidak murah. Yang bisa dikembangin yaitu gimana kita harus bisa build ecosystem jewelry industry di mana masyarakat bakal aware dan appreciate jewelry as a part of fashion style.
HB: What’s the most common misconception about silver ataupun jewelry, menurut kamu?
S: Kadang orang cuma lihat dari harga bahan pembuatan instead of the technique used and the hours spent on it. Kadang mereka pikir the smaller the product, the cheaper the price is padahal effort dan waktu yang kita put on the work for it is way longer compared to the big ones.
“Yang bisa dikembangin yaitu gimana kita harus bisa build ecosystem jewelry industry di mana masyarakat bakal aware dan appreciate jewelry as a part of fashion style.”
HB: Apa future plan Sweda? Tempat workshop baru? More international collab?
S: All of them actually, anything that can grow Sweda. But we die to bring and hold an exclusive workshop program to the States. Namun sementara ini, kita udah punya international collab lagi tahun ini. Dan dari dulu kita juga pengen buat kolaborasi dengan apapun aktivasi offline di Indonesia. And we’ll hold an international festival here in Yogyakarta, next year. Stay tuned!