Through The Lens: Harris Syn
Berbicara soal approach-nya yang selalu mengeksplorasi berbagai style dan genre di dunia audiovisual.

Through The Lens adalah rubrik khusus yang menghighlight para fotografer dari berbagai macam style fotografi, mulai dari portrait, landscape, fine art, fashion, sampai dokumenter. Lewat Through The Lens, tiap fotografer yang kami hadirkan akan memberikan insight mengenai karya beserta approach menarik mereka dalam memotret.
Harris Syn dikenal sebagai seorang director multidisiplin dengan approach audiovisual yang sinematik dan style storytelling yang kuat.
Dengan pengalaman yang beragam di dunia audiovisual, Harris mendirikan production house-nya sendiri, SYN Films, dengan cakupan yang juga beragam dan luas; dari fotografi, film komersial, fashion films, music videos, hingga dokumenter. Ia kemudian juga ngembangin SYN Films jadi production network yang lebih besar lagi, bernama SYNDICATE TV dan udah memproduksi bermacam video dan film.
Dalam edisi terbaru Through The Lens, Harris Syn berbicara kepada HYPEBEAST soal gimana pengalamannya di dunia audiovisual selama ini hingga approachnya sebagai director yang selalu mengeksplorasi berbagai style dan genre.
HB: Hi Harris, gimana sih awalnya lo bisa terjun ke dunia audiovisual?
Harris Syn (H): Ketertarikan gue dengan dunia visual itu diawali dengan gue bekerja sebagai visual merchandiser; menata store, mannequin, dan window display-nya. Lalu saat platform Instagram pertama kali muncul, gue jadi mulai suka motret pake kamera hp terus lanjut ke kamera digital, pelan-pelan nyobain peruntungan jadi fotografer sebagai hobi, dan akhirnya jadi kerjaan.
Beberapa tahun kemudian, gue kerja di digital agency, gue mulai tertarik dengan audiovisual karena menurut gue punya level storytelling yang lebih dalam dibanding still image, dan gue langsung ngebayangin hal yang selama ini gue capture jadi gambar yang diam, tapi kali ini jadi gambar yang bergerak.
HB: Gimana lo ngedevelop style lo saat ini?
H: Fotografi itu sendiri yang akhirnya jadi bekal awal gue sebagai mata, selanjutnya rasa (storytelling) yang harus gue pahami dan miliki. Gue awali dengan sering bikin short documentary dengan alasan punya honest feeling, kemudian berlanjut ke music video, fashion film, dan commercial film (iklan). Karena sekarang sering ngerjain iklan, gue berusaha terbuka untuk nyobain berbagai genre, dari storytelling, comedy, fashion, documentary, stylish, dan beauty. Tujuannya biar ilmunya beda terus.
HB: Apa film ataupun video yang paling menginspirasi karya lo? Atau figur yang berpengaruh?
H: Selama ini inspirasi nggak selalu datang dari film, video atau internet. Kadang bisa datang saat lagi tidur, dari obrolan temen, saat boker, traveling, liat karya seni, bahkan pengalaman pribadi di masa lalu. Tapi kalau ditanya apa salah satu film favorit, gue suka banget sama film Climax karya Gaspar Noé. Mixed feelings nontonnya.
HB: Menurut lo apa sih faktor yang bikin sebuah karya audiovisual bisa jadi lebih hidup? Gimana cara lo utilize hal tersebut dalam karya-karya lo?
H: Selain konsep dan cerita, elemen penting lainnya itu directing, acting, cinematography, editing, sounds, dan production value lainnya. Sampai saat ini, gue pun masih belajar bagaimana bikin semua ingredient itu bersatu secara keseluruhan untuk bisa menyampaikan cerita ke orang yang nonton, dengan pesan dan kesan sesuai yang gue mau. Memang nggak mudah, makanya gue sering ngerasa hasilnya selalu kurang. Nggak ada rumus atau formulanya, ya taunya dengan cobain terus aja.
“Selama ini inspirasi nggak selalu datang dari film, video atau internet. Kadang bisa datang saat lagi tidur, dari obrolan temen, saat boker, traveling, liat karya seni, bahkan pengalaman pribadi di masa lalu.”
HB: Apa yang mau lo achieve dalam beberapa tahun ke depan sebagai sutradara?
H: Gue pengen banget bikin film pendek yang gue tulis sendiri, dengan cita-cita setelah itu bisa lanjut ke film panjang. Sangat challenging ternyata, karena selain waktu, nulis masih jadi kekurangan gue saat ini. Dan ini adalah next step yang pelan-pelan lagi gue jalani.
HB: Ceritain dong satu pengalaman paling memorable di saat lo syuting!
H: Bikin iklan untuk direct client yang hampir nggak ada komen dari konsep sampe eksekusi. Benar-benar percaya dan ngasih ruang kebebasan buat gue untuk bisa eksplor dan nuangin apa yang gue mau. Akhirnya, gue ngerasa itu jadi karya iklan paling jujur yang pernah gue bikin, karena beberapa ceritanya terinspirasi dari pengalaman pribadi dan yang dialami teman gue. Dan nggak nyangka, iklan itu dapat bronze di Citra Pariwara, kategori editing dan cinematography.
“Fotografi itu sendiri yang akhirnya jadi bekal awal gue sebagai mata, selanjutnya rasa (storytelling) yang harus gue pahami dan miliki. Gue awali dengan sering bikin short documentary dengan alasan punya honest feeling.”
“Gue berusaha terbuka untuk nyobain berbagai genre, dari storytelling, comedy, fashion, documentary, stylish, dan beauty. Tujuannya biar ilmunya beda terus.”
“Selain konsep dan cerita, elemen penting lainnya itu directing, acting, cinematography, editing, sounds, dan production value lainnya. Sampai saat ini, gue pun masih belajar bagaimana bikin semua ingredient itu bersatu secara keseluruhan untuk bisa menyampaikan cerita ke orang yang nonton. Nggak ada rumus atau formulanya, ya taunya dengan cobain terus aja.”