Noise from Under Pertemukan Musik, Fashion, dan Pop Culture lewat Visualizer 'Aliquem Alium Internum'
Album perdananya itu juga sudah rilis di platform streaming digital.
Setelah ngadain virtual show pada 22 Oktober lalu, musisi asal Jakarta, Noise from Under, ngolah rekaman performance tersebut menjadi sebuah visualizer berdurasi hampir 35 menit, sekaligus penanda rilisnya album perdana, Aliquem Alium Internum, secara resmi di berbagai platform streaming digital.
Visualizer yang diproduseri oleh Kezia Alaia dan Abim sendiri, serta disutradarai oleh Raven Navaro tersebut ngasih lihat hal apa aja yang jadi pengaruh utama Noise From Under di albumnya. Mulai dari fashion, musik, hingga referensi dari pop culture, semuanya ditampilin di visualizer teatrikal bernuansa rave dan industrial.
Narasi dan pesan soal embracing the dark side pada tiap lagu dalam album ini, direpresentasiin lewat variasi penggunaaan warna-warni lighting rancangan Abim bersama art director Farras Safira dan lighting designer Novara. Mereka memakai paduan warna cahaya striking dari green glow, acid green, hingga lime green, serta ungu, ngambil referensi dari palet-palet warna yang berhubungan dengan karakter villains di film-film klasik Disney.
Pada performance untuk track ke-5 yang dibawain bareng LOTUS FROM JAKARTA, Noise from Under ngambil referensi dari pertarungan kerangkeng gulat profesional WWE, Hell In A Cell, di mana dia berada di dalam area kurungan untuk ngerepresentasiin rasa terjebak dari pergulatan mental dan emosional.
Pengaruh seni dan fashion juga jadi salah satu karakteristik yang memperkuat narasi visualizer album ini, seperti yang dilakuin pada track nomor 1 di album “Fashion Weak” yang jadi gambaran sisi gelap/shadow based on kerangka psikoanalisis Carl Jung, atraksi serupa balerina di single “Limbo”, dan lagu ketiga “Paguyuban Swag”, yang nonjolin permainan angle, cahaya, dan bayangan yang bikin scene pada lagu tersebut keliatan seakan-seakan ditampilin di atas runway.
Perjalanan Noise from Under dalam merangkul sisi gelapnya makin berlanjut di track-track lainnya berikut visualisasinya. Lagu ‘YOLO’—yang pada album dibawain bareng rapper Laze—dikasih visualisasi yang terinspirasi dari instalasi Wrapped Chair dari tahun 1961 karya duo seniman Christo dan Jeanne-Claude; soal membungkus objek dan bangunan dengan kain untuk ngilangin makna objeknya dan bermain-main dengan waktu. Hal itu sejalan dengan lirik lagunya soal ngelihat kembali gimana bangunan sosial manusia yang dibentuk dari masa kanak-kanak sampai bekerja, untuk menguak sisi kelamnya.
Sedangkan, pada track “Breakdown Comedy” yang nampilin teriakan vokalis grup metal Avhath, Satan’s Heir, Noise from Under ngasih visualisasi teatrikal dengan olah dan gerak tubuh yang jadi fokus utama, yang dilanjutin ke title track “Aliquem Alium Internum”.
Pada lagu “Simulacrum” featuring Kezia Alaia, kemunculan performer bersosok hitam yang beradu gerak bahkan mirroring dengan Noise from Under, jadi simbol wujud shadow atau sisi gelap yang coba dieksplor di album ini.
Visualizer akhirnya ditutup dengan lagu “Pity Uomo”, track terakhir pada album yang dinyanyiin bareng Kuzco dan Ayub Jonn. Di sesi ini Noise from Under mengenakan topeng karya seniman asal Bali, Pinky Gurl, sebagai lambang proses akhir ketika seseorang mulai bersatu dengan sisi gelapnya.
Highlight-nya adalah ketika dia berlutut di atas kain raksasa dengan bekas tapak sepatu warna cat merah yang digunakan pada solo showcase Noise di tahun 2018. Konsep kain bertapak sepatu merah itu sendiri menurutnya terinspirasi dari show womenswear pertama Maison Martin Margiela untuk koleksi Spring/Summer 1989 di Café de la Gare, Paris; sebuah show monumental kemunculan perdana Tabi boots, sepatu yang kemudian jadi salah satu siluet yang paling iconic di dunia fashion.
Saksikan visualizer Aliquem Alium Internum di atas.
Dengarkan pula albumnya di sini: