Bagaimana Stüssy Menjadi Raja Kolaborasi

Hypebeast melihat lebih dalam gimana cara Stüssy tetap relevan. 

Fashion
14,943 Hypes

Stüssy bisa disebut sebagai brand yang antik. Gimana caranya lu jadi salah satu brand streetwear terbesar di dunia, tapi tetap punya approaching yang nggak pasaran? Jika ngelihat ke belakang, maka setiap keputusan Stüssy dalam koleksi kolaborasi mereka emang sangat diperhitungkan. Nggak cuma ngelihat tren saat ini aja, namun juga memperhatikan produk fashion yang terus upgrading dari koleksi ke koleksi. 

Kalian pasti tau kolaborasi Supreme x Louis Vuitton atau Palace x Gucci yang sayangnya emang predictable dari berbagai aspek. Saat Supreme coba ngasih hype hingga menyentuh batas status sellout, Stüssy memilih jalan berbeda. Mereka terlihat lebih lowkey dengan segala bentuk pertimbangan strategi bisnis dan fashion, yang harus diakui berjalan tepat. 

Stüssy nggak mau cuma bicara soal viral dengan ngajak brand-brand besar untuk kolaborasi. Mereka malah milih beberapa nama seperti Dries Van Noten, Tekla, Our Legacy WORK SHOP, dan yang terbaru ada Martine Rose dengan koleksi yang versatile untuk berbagai culture. Cara main mereka yang awalnya cuma dikenal sebagai brand untuk surf dan skate culture yang anak muda banget, telah berevolusi jadi satu label yang lengkap untuk memenuhi segala jenis kebutuhan atas nama fashion

Barisan kolaborasi ini harus diakui sebagai alter ego jenius dari Stüssy. Ditambah lagi dengan konsistensi mereka dengan visual 8-Ball, buku layaknya kitab suci yang ditulis Shawn Stussy, beragam produk baru bersama Nike dan Converse, lalu collab bareng Cactus Plant Flea Market, Timberland, Bone Soda, hingga Denim Tears: semuanya bagaikan full course meal yang saling melengkapi. 

Stüssy lahir di scene surf  Southern California yang jadi pusat dari gaya hidup santai dan carefree culture. Value Stüssy diawali secara sederhana, ketika Shawn screen printing nama keluarganya di t-shirt untuk sebuah komunitas yang nunjukkin popularitas mereka pada dekade 80-90an yang pada akhirnya jadi bentuk standar dari label seorang designer. Dari sana, Stüssy terus fokus dengan cara produksi limited edition yang tanpa disadari membuat mereka jadi satu raksasa cult label baru. Ironisnya, spirit mereka di awal harus hilang karena kemakan komersial dan target penjualan pada dekade 2010an. 

Lalu mereka nggak tinggal diam. Dengan nggak lagi fokus kepada hal-hal komersil, Stüssy menemukan value mereka sekali lagi. Mereka yang pengen punya identitas dengan produk Stüssy harus digging untuk menemukan produk yang emang jauh lebih baik. Jika mereka berhasil melakukan itu, mereka akan merasa jadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, tetapi tidak sebesar label streetwear alternatif yang terdominasi oleh hype. Fashion Critic GQ, Rachel Tashjian pada tahun 2021 sempat jelasin kalau daya tarik Stüssy adalah “berpikir lebih kecil, fokus kepada niche, tetap mempertahankan heritage, tapi nggak dijual secara masif”.

Saat ini Stüssy berhasil konsisten dengan ngejaga point of view mereka. Kolaborasi demi kolaborasi nggak cuma berhasil mereka eksekusi dengan manis dengan kualitas material, detail, dan cutting yang keren, tapi juga gimana pendekatan kreatif mereka dari ngasih teaser dan lookbook yang terus menerus berhasil menarik perhatian. 

Contohnya dari capsule collection mereka bareng Dries Van Noten. Stüssy memilih beberapa elemen ikonik Van Noten yang ngebuat brand tersebut jadi terkenal. Tapi cara mereka nggak ngebuat produk-produk di dalamnya terasa cuma mentingin hype doang. Hasilnya pun terlihat nyata: Flea dari Red Hot Chilli Peppers tampil sebagai model dalam campaign mereka dengan suit yang harus diakui penuh pesona, lalu keluarga Stüssy yang juga jadi model dengan trippy graphic t-shirts dan denim out of the box penuh ornamen: Stüssy seperti ngegabungin dunia universe jadi satu yang mampu ngejangkau audience lebih luas. 

Ngelihat kembali collab mereka bareng Our Legacy, sebenarnya juga terasa sangat rich. Stüssy paham gimana caranya ngasih produk yang ngejawab keinginan konsumen dengan tingkat luxury yang pas dan design yang penuh value, lalu ditambahkan detail ala Stüssy yang akhirnya membuat semuanya menjadi satu pondasi fashion penuh visi misi pada masanya. 

Long story short, semua yang dilakukan Stüssy jadi bentuk simbiosis mutualisme yang authentic. Sesuai pasar? Check. Desain menarik? Check. Pengikut yang bergerak seperti cult? Udah jelas itu terjadi. Inilah kenapa kolaborasi Martine Rose dari Stüssy adalah kolaborasi terbaru yang sangat masuk akal atas apa yang udah mereka lakukan.

Pada dasarnya Rose bukan designer yang identik dengan streetwear. Tapi apa yang telah ia kreasikan bisa dibilang cocok untuk street culture. Dari Nike Shox MR4, track tops dengan BDSM sex dungeon, lalu presentasi FW23 yang kontradiktif dengan suit-and-tie yang dipadukan sentuhan ‘kotor’ Rose. 

Dari kedua visi misi yang dipersatukan, Stüssy dan Martine Rose ngebawa konsumen ke dunia lain yang penuh cinta untuk koleksi SS23. Gimana mereka nge-infuse car culture dari tanah British dengan daya magis Rose dalam produk seperti t-shirts, logo hoodies, dan racing gloves yang sebenarnya jadi artikel andalan Stüssy. Kombinasi mereka nggak cuma sekedar slapping the logo antara dua brand lalu disebut sebagai kolaborasi, tapi jauh lebih menarik daripada kolaborasi lain yang pernah ada dari dua ranah fashion berbeda. 

Identitas yang ngerangkum semua ini menjadi yang terbaik dari Fraser Avey, Global Brand Director Stüssy sejak 2015. Berbicara kepada GQ pada tahun 2021 tentang “kebangkitan” brand ini, dia berkata: “Sejujurnya kami memulai dengan rancangan yang lebih baik.” Keputusan mereka untuk jualan di Dover Street Market juga ngasih arti yang berbeda. Hasilnya? “Stüssy nggak ada ambisi untuk tumbuh. Ambisi kami untuk jadi baik.” 

Mungkin kalimat itu juga yang jadi dasar keputusan kenapa Stüssy nggak ngasih respon permintaan interview Hypebeast. Kolaborasi mereka dengan Martine Rose udah nggak perlu dijelasin lagi dengan kata-kata lagi. Nggak ada yang personal di sini, antara kalian bisa menerimanya atau nggak. Stüssy udah menemukan pondasi kuat di antara garis tipis dari identitas, label yang diajak kolaborasi, dan budget yang saling menjawab permintaan dan kebutuhan audience baru.

Kolaborasi penuh kejutan dengan Martine Rose jadi tinta emas Stüssy yang ngebentuk statement kalau mereka bukan one-hit-wonder. Mau dilihat dari lookbook yang selalu beda, hingga nggak perlunya ngebangun hype dari setiap kolaborasi, mereka udah menguasai peta kekuatan clothing dengan setiap langkah strategi yang ngebentuk identitas Stüssy sebagai brand paling keren di planet ini.

Baca Artikel Lengkap

Baca Berikutnya

Hypebeast Indonesia dan BAKED. Sebarkan Cita Rasa Kuliner dan Kreatifitas Bali lewat "BAKED Anywhere"
Kuliner

Hypebeast Indonesia dan BAKED. Sebarkan Cita Rasa Kuliner dan Kreatifitas Bali lewat "BAKED Anywhere"

Menghadirkan koleksi apparel eksklusif, special menu, dan grand launching di Seminyak.

Joyland Festival Jakarta 2023 Membawakan Interpol dan Alvvays
Musik

Joyland Festival Jakarta 2023 Membawakan Interpol dan Alvvays

Digelar pada 24-26 November 2023.

McDonald's Jepang Luncurkan Menu Burger ‘One Piece’
Kuliner

McDonald's Jepang Luncurkan Menu Burger ‘One Piece’

Ada empat menu dengan dua tipe bun.

Berikut Bocoran AirPods Case dengan Touchscreen
Tech & Gadgets

Berikut Bocoran AirPods Case dengan Touchscreen

Next level design dari Apple.

First Look Aimé Leon Dore x New Balance 550
Footwear

First Look Aimé Leon Dore x New Balance 550

Dengan material suede.


Mischief Denim Gandeng The SIGIT Buat Bikin Koleksi “Mystical Cult”
Fashion

Mischief Denim Gandeng The SIGIT Buat Bikin Koleksi “Mystical Cult”

Untuk ngerayain 10 tahun album ‘Detourn’

Bluesville Sambut Hari Raya lewat Koleksi, “Festive Special Selection”
Fashion

Bluesville Sambut Hari Raya lewat Koleksi, “Festive Special Selection”

Merekam hubungan manusia dengan dunia.

Sole Mates: Adhika dan Nike Air Force 1 High Original 1983
Footwear

Sole Mates: Adhika dan Nike Air Force 1 High Original 1983

Co-founder Prime Time Jakarta ini juga ngeshare cerita di balik kolaborasinya bareng Sound Vision Library.

NIGO dan Nike Dikabarkan Siap Teken Kontrak
Fashion

NIGO dan Nike Dikabarkan Siap Teken Kontrak

Cek detail lengkapnya di sini.

HYPEBEAST Magazine “The Circle Issue” Bareng Art Collective MSCHF
Fashion

HYPEBEAST Magazine “The Circle Issue” Bareng Art Collective MSCHF

Ngebahas KIDSUPER hingga Turnstile.

More ▾