Machine56 Bicara Hobi, Inspirasi Desain, dan Konsistensi dalam Berkarya
Cek juga cerita awal ia bertemu dengan Takashi Murakami di sini.
Era keemasan Deviantart melahirkan berbagai seniman multi-disiplin yang terus berkarya hingga saat ini, salah satunya Machine56 (M56). Mendengar nama M56 langsung memberikan visual bagaimana artist bernama asli Yoga ini berhasil create berbagai produk dengan elemen futuristik yang kuat dan terus konsisten dengan berbagai terjangan tren seni dan fashion.
Konsistensi M56 sejak berawal dari tahun 1999 menjadi bukti bagaimana visi misi yang kuat tanpa harus berubah hanya demi mengikuti industri bisa tetap berjalan dengan baik hingga ia mendapatkan pengakuan dari Takashi Murakami untuk mengadakan solo exhibition di Kaikai Kiki Gallery, Jepang pada tahun 2023 ini.
Hypebeast Indonesia berkesempatan untuk berbincang dengan M56 tentang komitmennya di dunia art yang nggak ada habisnya, bagaimana ekspresi seni yang terus ia kembangkan, dan hal-hal yang masih ingin ia raih dalam lima tahun ke depan.
HB: Halo, M56 apa kabar? Untuk yang belum tau, boleh cerita sedikit tentang background lo?
Machine56 (M56): Doing good! Hi! Nama gue Yoga (Rajaya Yogaswara Mintaredja), internet friends and fam call me Mac or just Yoga. Owner, creator, and sole founder of Machine56. Lahir di Bandung tahun 1984, kuliah di ITB ngambil jurusan DKV di tahun 2002 dan berhenti kuliah di 2004, actually not a good example for this gen younglings haha.
M56 berawal sebagai hobi sekitar 1999, dan 2002 mulai dirintis sebagai aesthetic “alter ego“. Untuk sekitar beberapa tahun dari 2002-2012 masih nerima commission dari local and overseas brands seperti sampai full brand aesthetic reworks.
Sampai di 2012 akhirnya ngerelain hobi ini berubah jadi sebuah profesi, kenapa pakai istilah “rela”, karena menurut gue hobi itu harus murni untuk diri kita sendiri yang bisa nikmatinnya, enggak boleh ada aspek komersial sama sekali, sekali aja aspek komersial masuk ke hobi lo, bakal menurun kualitas hobi lo tersebut, and now as a real hobby, dari gaming, DJ-ing (mostly poor basic scratching work) sampai nerf-war (yes, actual nerf blaster war haha). So sekali lagi, hobi itu penting, it keeps you stay sane!
”Hobi itu harus murni untuk diri kita sendiri yang bisa nikmatinnya, enggak boleh ada aspek komersial sama sekali, sekali aja aspek komersial masuk ke hobi lo, bakal menurun kualitasnya.”
HB: Cerita sedikit dong tentang awal brand Machine56 (M56) terbentuk. Gimana lo dapet ide atau inspirasi untuk M56?
M56: Sekitar 2006 bergabung di Deviantart, tempat pertama kali untuk showcase M56 graphic works, dari ilustrasi, typographic works awal semua ada di Deviantart, mungkin dari situ awalnya kenapa sebagian besar audience M56 berasal dari AS, di Deviantart juga dulu pertama kali release M56 1st article, T-shirts and hoodies package.
1st 2009 article pack ini berasal dari request fans di Deviantart yang sering melihat karya-karya gue dengan bentuk ilustrasi orang yang menggunakan fictional-fictional brand dalam ilustrasinya lalu kemudian akhirnya direalisasikan jadi sebuah apparel pack.
Nama Machine56 berasal dari 2 unsur, Machine: karena gue seneng banget dengan mechanical works illustration dan mostly Gundam aesthetics, dan angka 56 yang merupakan personal favorite lucky number, yang kemudian jadi persona brand gue sekarang, unsur warna hitam merah dan putih berasal dari experimental works awal 2004 yang selalu belajar untuk mematang kan komposisi hanya dengan menggunakan 3 unsur warna, dan akhirnya selalu dipakai sampai sekarang.
Circa 2000, challenge-nya adalah masih belum banyak local brands yang tertarik dengan aesthetic style brand gue yang kayak ala futuristic japanese infographics style, tapi untuk komunitas luar style gue udah mulai dapet appreciation, I’m grateful for that. Untuk sebuah brand atau alter-ego, saat itu kompetitornya masih tergolong jarang, sehingga itu menjadi advantage untuk M56.
Sekurang sempurna apa pun idealisme itu, gue percaya asalkan kita selalu konsisten untuk berkarya pasti akan membuahkan hasil, sampai akhirnya di 2009 gue bisa merealisasikan ide awal gue, sebuah helmet art pertama untuk alter-ego yang gue bangun.
Bisa dibilang karya itu adalah starting point atau debut pertama kali yang lumayan bikin brand M56 meledak di market luar negeri hingga sekarang. Inspirasi gue banyak banget, tapi mostly dateng dari Ian Anderson (TDR) atau mostly swiss graphic design artist untuk typography, dan Katoki Hajime untuk overall design aesthetics. M56 adalah combining neat typography dengan mechanically futuristic imagery. Basic-nya proses gue diawali dari “mencontek” apa yang gue suka sampai akhirnya percaya diri untuk nemuin style sendiri hingga bisa gue aplikasikan di medium komersil. Gue percaya original works inspire & create other original ideas.
”Gue percaya original works inspire & create other original ideas.”
HB: Ketika kita nyebut M56, otomatis orang langsung kebayang apparel, visual, looks, hingga aksesoris dengan elemen futuristik yang kuat. Gimana proses design thinking lo tersebut?
M56: Sampai sekarang, hampir 90% karya gue semuanya dibuat dengan software Coreldraw, dan skill gambar gue evolve menjadi sebuah “composition principal.” Dulu gue sempet percaya bahwa gue harus bisa semua bidang, dari gambar, 3D imaging, video editing, hingga animasi, tapi ternyata itu malah bikin gue enggak fokus dengan apa yang gue kerjain, akhirnya kemudian gue mutusin untuk fokus di satu bidang aja, 2D vectorworks hingga basic digital layouting. Sekarang akhirnya gue punya beberapa artisan untuk semua produk yang gue rilis, dari 3D artist, sculptor, painter, sampai digital imaging.
Produksi di Indonesia khususnya apparel tergolong mudah karena semua jenis vendor ada, biasanya yang jadi masalah utama adalah harga produksi yang tinggi, dari tahun ke tahun M56 memiliki vendor yang bervariatif, sehingga pada akhirnya bisa fix di beberapa vendor tetap. Biasanya untuk mengejar harga agak rendah harus dengan M.O.Q yang sangat besar, tapi M56 selalu start di jumlah skala kecil.
HB: Lo punya lineup product yang sangat variatif dan menarik, mulai dari apparel, wall art, helmets, fonts, sampai collectible items macam baseball bats dan figurines. Apa yang mau lo sampaikan lewat ekspresi seni tersebut?
M56: Dibandingkan pesan utama, gue cenderung fokus untuk create apa yang gue suka, itulah kenapa hampir semua artikel M56 enggak terlalu mengikuti trend yang ada, karena semua produk lahir dari apa yang gue suka. Dari situ market semakin terbentuk dan mengerucut menjadi sebuah market pool yang fix untuk M56.
Sebagai tambahan, instead of M56 sebagai techwear clothing, sebenernya M56 itu cenderung lebih ke aesthetic techwear. Karena menurut gue brand yang lebih cocok disebut techwear itu contohnya seperti; Acronym by Errolson Hugh, dia bisa men-design dan riset satu sampai dua tahun hanya untuk satu buah fungsi saku jaket. Istilah aesthetically futuristic looking apparel mungkin lebih tepat untuk M56.
”Gue cenderung fokus untuk create apa yang gue suka, itulah kenapa hampir semua artikel M56 enggak terlalu mengikuti trend yang ada, karena semua produk lahir dari apa yang gue suka.”
HB: Menurut lo, gimana perkembangan creative scene di Indonesia sejauh ini? Khususnya yang beririsan dengan style M56.
M56: Sepuluh tahun belakangan ini perkembangan creative scene di Indonesia amat sangat pesat, salah satunya karena dukungan dari perkembangan informasi dan teknologi. Ada beberapa brand lokal juga yang style-nya terinspirasi dari kita. Tapi untuk saat ini, untuk cari yang beririsan masih agak susah ya, karena style M56 tergolong contrast dengan style pada umumnya yang sudah ada di Indonesia.
HB: M56 bisa dibilang punya market internasional yang gede, bahkan jauh lebih besar dari market lokal. Apakah hal ini merupakan plan awal M56? Menurut lo, faktor apa yang bikin M56 dapat respon positif dari market luar?
M56: Banyak faktor, tapi beberapa memang karena M56 pertama lahir di international art online forum, selain itu juga mungkin dari sisi harga dan dari sisi style yang terbilang “contrast” dengan style pada umumnya di Indonesia. Walaupun memang belum common di market Indonesia, tetapi dengan bold graphics, contrast color of choice, unique layouts, malah jadi blessing in disguise untuk kita, karena hal tersebut membangun brand image yang unik dan hopefully stand out di market lain.
Fashion and trends always change, so we will always work hard until the day this unique type of style, menjadi hal yang common di Indonesia.
HB: Pada tahun 2020, Takashi Murakami menemukan M56 melalui Instagram dan lo berdua mulai ngobrol lewat DM Instagram. Sekarang di tahun 2023, M56 dapat undangan untuk showcase solo exhibition di galeri milik Murakami, Kaikai Kiki Gallery di Tokyo. Gimana reaksi lo pas semua ini terjadi?
M56: Pertama kali mendengar dan tahu Takashi Murakami itu di 2001 dari dokumentasi, beberapa artikel majalah, dan art magazine luar, sekitar satu tahun setelah ‘superflat’ dirilis lebih tepatnya. Impact-nya cukup besar buat gue saat itu, yang kemudian ngebuka gue untuk dapat banyak referensi lainnya.
Fast forward 19 tahun kemudian Takashi sensei direct message gue di Instagram kalo salah satu team member di studio tempat dia bikin karya, selalu pakai jaket M56 ketika mereka bekerja, dari situ awal mula kita sering diskusi hingga akhirnya 2022 bisa ketemu beliau langsung dalam private meeting saat beliau hadir sebagai speaker untuk Ideafest 2022 di Jakarta. Di pertemuan itu kita berkenalan dan sambil ngobrol betapa senangnya bisa ketemu langsung dengan Takashi sensei. Beberapa hari kemudian, beliau mengundang M56 untuk mengadakan solo exhibition di Kaikai Kiki Gallery di Februari 2023.
Honored and excited, karena ini adalah pertama kali M56 mengadakan official solo exhibition. Buat gue dan tim, “M56 Archive Showcase, Japan 2023” ini amat sangat challenging, walaupun waktu persiapan yang singkat, tapi kesempatan ini ngebuka banyak peluang untuk gue berkarya di banyak medium lainnya yang mungkin enggak pernah ke-explore sebelumnya. As an artist, Takashi Murakami adalah the perfect role model dan ‘superflat‘ adalah blueprint untuk gue translate & transform ke personal medium yang gue punya.
”Impact Takashi Murakami cukup besar buat gue saat itu, dan hal tersebut ngebuka gue untuk dapat banyak referensi lainnya.”
HB: Apa hal yang pengen lo raih dalam lima tahun ke depan?
M56: Just like any other artist, masih banyak banget yang pengen gue explore, mungkin create design archive book, mengadakan pameran di US, release a premium limited products, the list could go on. Despite life’s uncertainties, satu hal yang pasti, gue bersyukur banget bisa berada di posisi sekarang ini. Gue harap ke depannya gue dikasih banyak waktu dan kesempatan untuk bisa mengembangkan M56/5060 as a brand dan bisa terus eksplorasi dan kolaborasi.
HB: Please share emerging artist or even brand yang menarik perhatian lo akhir-akhir ini, kalau ada yang dari lokal even better
Aedel Fakhrie, an urban futurist International concept artist. His works are really cool, even the techwear God Errolson Hugh himself follows his works! Kalau untuk brand, personally gue suka DnD (Drips n Drops) Bandung. Selain owner-nya juga memang one of the oldest & finest Bandung Graffiti artists, overall presentation untuk brand aesthetic-nya juga bener-bener matang. Definitely check them both out!
View this post on Instagram
HB: Boleh share sedikit pesan or insight buat para aspiring artist and brand builder muda?
M56: Work it out until you bleed, because consistency never lies!
HB: Selain solo exhibition di Kaikai Kiki Gallery, boleh spill nggak plan M56 untuk 2023?
M56: Untuk sekarang yang bisa gue spill tipis-tipis, akan ada hubungannya dengan electric vehicle, dan ada juga yang berhubungan dengan video games. Segitu dulu yaa, tenang aja Hypebeast ID pasti akan kita update, kok!