Exclusive Interview: Streetwear, Musik, Sneakers, dan Desain bareng Cornelius
Plus musisi baru dan hidden gem restaurant favoritnya saat ini.



Perpindahan musim dingin ke musim semi pada tahun 1994 di Jepang menjadi awal dari perkenalan project solo Keigo Oyamada dengan moniker Cornelius. Tak perlu waktu lama bagi publik Jepang mengenal Cornelius mengingat dirinya sudah menjadi salah satu ikon dari skena Shibuya-kei pada akhir dekade 80-an. Apa yang Ia lakukan sebagai mastermind dari musik jenius Cornelius pelan tapi pasti membuat namanya dikenal di berbagai belahan dunia.
Perjalanan karier musiknya menjadi bukti bahwa Cornelius nggak butuh embel-embel atau perbandingan dengan musisi lain. Oyamada berdiri kokoh melalui style musik experimental yang unik serta memiliki vibe berbeda dengan kesuksesan berbagai project seru, dari mengisi soundtrack Ghost in the Shell: ARISE hingga kolaborasi spesial bareng NIGO dalam special release untuk BAPE.
Influence besar Cornelius ternyata didukung oleh sejarah hidupnya yang bersentuhan langsung dengan berbagai tokoh industri kreatif Jepang. Hypebeast Indonesia berkesempatan untuk mendengar cerita Cornelius secara langsung saat ia berkunjung ke Jakarta pada November 2022 silam sebagai bagian dari acara Joyland Festival tentang pengaruh ayahnya yang juga seorang musisi, hidden gem restaurant, dan alasan Ia senang mengenakan Converse All-Star Low.
HB: Anda dibesarkan dengan bermain gitar di Setagaya, Tokyo. Bagaimana hal ini memengaruhi Anda tentang apa yang akan dilakukan dalam pertunjukan Anda?
Cornelius (C): Saat rekaman, saya terkadang memainkan berbagai instrumen, tetapi dalam pertunjukan live, bagian saya selalu gitar. Karena itu instrumen termudah untuk saya kuasai.
HB: Ayahmu adalah seorang musisi dan memiliki banyak koleksi musik. Apakah kamu memiliki kenangan yang tak terlupakan? Melihat apa yang ayahmu lakukan setiap hari pasti melekat padamu ya.
C: Ayah saya memang seorang musisi, tetapi bukan berarti dia memiliki banyak koleksi musik. Tapi benar, memang bisa dikatakan bahwa musik adalah lingkungan yang dekat dengan saya.
Setelah ayah saya meninggal, saya mendengarkan koleksi rekamannya, dan saya meng-cover lagu “Sleep warm” dari Nat King Cole pada album “Sensuous”. Saya menyukai vokal jazz 50-an seperti Nat King Cole dan Mel Torme.
HB: Beberapa waktu lalu, Kenji Takimi datang ke Jakarta, dan saya mendengar bahwa Anda dan Takimi memiliki passion yang sama untuk mengumpulkan rekaman musik. Bagaimana rasanya menemukan musik baru dari vinil, terutama di era Shibuya, ketika fokusnya adalah mengenai impor?
C: Takimi dulunya adalah seorang penulis musik, dan ketika saya masih SMA, saya membeli sebuah plat setelah membaca artikel yang beliau tulis.
Kemudian, kami saling mengenal dan menghabiskan banyak waktu bersama di awal umur duapuluhan. Kami melakukan perjalanan ke Eropa untuk membeli plat musik bersama, mengalami RAVE untuk pertama kalinya di Inggris, dan ketika dia memulai Crue-L Records, kami juga pergi ke toko musik untuk mengantarkan barang bersama.
Jepang di era tahun 90-an adalah “music bubble”, di mana Anda bisa mendapatkan berbagai macam rekaman musik di dunia. Sebuah gerakan bernama Shibuya-kei juga lahir dari lingkungan seperti itu.
View this post on Instagram
HB: Apa film atau anime favorit Anda ketika Anda masih kecil?
C: Ultra Seven, Kamen Rider, The Genius Bakabon, dan Galaxy Express 999.
HB: Bagaimana proses produksi soundtrack Ghost in the Shell ARISE?
C: Saya membuatnya sesuai dengan storyboard kasar dan arahan music director. Ini adalah proyek yang sulit karena saya tidak memiliki banyak waktu dan melibatkan banyak orang.
HB: Bagaimana keterlibatan Anda dalam membuat desain artwork album untuk merchandise? Dan bagaimana cara Anda untuk menghasilkan ide-ide grafis?
C: Saya terlibat dalam semua karya seni yang saya buat sebagai “Cornelius”. Saya biasanya menyimpan visual dan ide di komputer saya. Saya akan menyampaikan idenya kepada Kitayama, sang desainer, dan membuatnya menjadi nyata.
HB: Apakah Anda berkolaborasi dengan seniman dan desainer untuk mengembangkan karya seni Anda?
C: Benar. Saya telah bekerja sama dengan seorang desainer bernama Masakazu Kitayama selama lebih dari 20 tahun. Untuk visual terkait Mellow waves sebelumnya, saya menggunakan karya paman saya, Tadayoshi Nakabayashi, beliau adalah seorang printmaker.
HB: Anda telah bekerja dengan NIGO dalam koleksi spesial BAPE. Apakah bekerja dengan industri fashion merupakan hal yang organic bagi Anda? Juga, seperti apa kolaborasinya dengan NIGO?
C: Skate Thing, yang membuat logo BAPE dan grafik produk untuk merek C.E, adalah sahabat saya di SMA. Melalui dia, saya mengenal NIGO dan berkolaborasi dengannya. Karena saya seumuran dengan NIGO, jadi kami menerima influence yang sama, sehingga semua terjadi secara organic saja.
HB: Anda dan NIGO memiliki minat yang sama dalam “The Planet of the Apes”. Apa yang membuat Anda berminat pada pekerjaan ini? Dan apa pengaruh film pada saat itu?
C: Di Jepang pada awal tahun 90-an, serial film ini ditayangkan di TV setiap malam Tahun Baru, jadi menurut saya ini adalah film yang populer untuk generasi kami. Ketika saya melakukan musik solo, saya ingin bekerja dengan nama project daripada nama asli saya, jadi saya mengambil nama dari ilmuwan monyet di film ini. Yang memberikan nama Bathing Ape adalah Skatething, bukan NIGO. Kebetulan kami terinspirasi oleh film ini pada waktu yang hampir bersamaan.
HB: Siapa 5 musisi baru yang paling sering Anda dengarkan?
C:
HB: Apa yang akan menjadi 5 kebutuhan Anda pada saat traveling?
C: Baju ganti, handphone, charger, obat-obatan, dan rokok.
HB: Anda selalu terlihat mengenakan Converse All-Star Lows. Mengapa model ini begitu menarik bagi Anda? Selain itu, apakah Anda memiliki model favorit di antara produk kolaborasi Converse yang dirilis tahun ini?
C: Saya tidak mengatakan bahwa saya memakainya sepanjang waktu, tetapi benar memang saya sering memakainya. Saya pikir ini adalah sneakers yang paling umum. Saya suka bentuk dan model sol CT70 berwarna hitam, jadi hanya itu yang saya pakai.
HB: Apa rutinitas hari libur yang ideal bagi Anda di Tokyo? Selain itu, beri tahu kami tempat favorit Anda seperti restoran, bar, toko, dan tempat jalan-jalan yang tidak diketahui wisatawan.
C: Kopi Wina dari restoran bernama Colorado itu enak. Viva Strange Boutique di Okusawa adalah toko khusus New Wave tahun 80-an, benar-benar toko yang sangat menarik. Saat ini ‘Sauna Trip’ juga sedang populer di Jepang, saya rasa akan menyenangkan mencobanya sekali.
Special thanks to Maya (Plainsong), John Navid, Ricky Virgana, & Samson Pho.