Dougy Mandagi Ngobrol soal Solo Project-nya, BLOODMOON, dan Transisinya ke Electronic Music

Serta gimana creative approach-nya sekarang dan hal apa aja yang nge-shape dirinya sebagai musisi sampai saat ini.

Musik
27.1K

Hypebeast Indonesia baru ketemu sama Dougy Mandagi, musisi yang selama ini dikenal baik sebagai vokalis band The Temper Trap, buat ngobrol soal solo project-nya yang fresh bernama BLOODMOON.

Lewat BLOODMOON, Dougy mengeksplorasi ketertarikan dan passion-nya terhadap electronic music; nggak hanya sebagai penulis lagu namun juga sebagai produser. Sejauh ini, BLOODMOON udah ngeluarin dua single berjudul “Disarm” dan “All In Place”, dan berencana untuk tancep gas ngeluarin rilisan baru dan tampil di sejumlah acara dan festival.

Selain ngebahas soal transisinya dari band ke electronic music dan BLOODMOON sebagai identitas barunya, Dougy juga ngeshare soal pengalaman travelling dan tinggal di banyak tempat selama ini; termasuk pengalaman eye opening ketika tinggal di Berlin dan keinginannya untuk menggali heritage Indonesianya, dan gimana itu berperan besar dalam membentuk dirinya serta proses kreatifnya sebagai musisi sampai saat ini.


HB: Hi Dougy, good to see you! Congrats buat single baru BLOODMOON, “All In Place”, yang baru rilis Juni kemarin. Ngomong-ngomong soal “All In Place”, bisa diceritain dikit nggak soal lagu itu? Denger-denger ini soal upbringing lo dan homage buat roots lo sebagai orang Indonesia, terutama Balinese heritage lo, ya?

D: Sebenernya, lagunya sih terinspirasi dari perjalanan travellingku sih, baik buat musik maupun travelling sebagai hobi aja sih. Dan yang pasti sih, karena aku terekspos dengan begitu banyak budaya, nemu banyak hal-hal yang berbeda, tinggal di kota-kota yang berbeda, ketemu orang-orang yang beraneka ragam, itu jadi inspirasi tersendiri. Dan sejujurnya, dari dulu tuh aku pengen masukin unsur budaya Indonesia di sebuah lagu, dan baru kali ini bisa kesampaian, masukin sample kecak Bali.

 

HB: Momen apa yang bikin lo tertarik buat masukin roots Indonesia lo ke dalam lagu itu?

D: Sebenernya organik aja sih, tapi emang jujur dari dulu aku udah pengen banget masukin unsur musik Indonesia di dalam lagu-lagu bikinanku. Udah dicoba, ya nggak berhasil, dan kebetulan baru pas di lagu ini; bahkan temen yang produce lagu ini juga suka. Menurut kami, nggak maksa aja, tapi emang dibutuhin dan malah jadi elevate lagunya.

HB: Ngomongin soal project solo terbaru lo, BLOODMOON, dua single awalnya dibikin dengan berkolaborasi dengan dua temen lo sebagai produser; pertama Jono Ma (Jagwar Ma) buat “Disarm”, terus sama Jack Ritchie (Bearcubs). Gimana ceritanya bisa mutusin buat bikin lagu sama dua orang itu?

D: Kalo Jono Ma, aku udah kenal lama banget, dari jamannya The Temper Trap masih baru-baru mulai. Waktu aku pindah ke London, dia tinggal di London, ketemu lagi, sering party bareng, terus ya kenapa enggak, kalo sekarang bikin musik sama dia kan? Pengetahuannya soal electronic music dan synthesizer tuh gila sih, dalem banget. Jadi ya, itu jadi alasan kuat untuk kerja bareng dia, apalagi bikin musik sama dia tuh bener-bener inspiring buatku sendiri, karena pengetahuan musiknya itu tadi.

“Kalau buat aku pribadi, ada sebuah kebebasan sih di electronic music.”

HB: Lo kan sempet tinggal di Berlin dalam waktu lama. Gimana lifestyle dan kehidupan lo di Berlin memengaruhi lo sebagai seorang musisi, terutama sekarang yang bikin lagu-lagu electronic? Apa yang menarik dari culture di sana, terutama scene electronic music-nya, menurut pengalaman lo?

D: Bagiku semuanya menarik, khususnya electronic music culture-nya sih. Sebelum ke Berlin, aku sama sekali nggak tau musik electronic, cuman tau big names aja di kancah per-DJ-an, tapi aku nggak tau core-nya electronic culture tuh gimana, crowd-nya gimana. Waktu pindah ke sana, dan akhirnya datang ke Berghain, itu pengalaman yang eye opening. Aku jadi bisa ngeliat alasan orang-orang kenapa segitunya banget sama scene techno, mulai dari komunitasnya, orang-orangnya, semuanya menurutku punya budaya party atau clubbing yang beda. Aku bisa ngelihat kalau tujuan mereka ke club tuh cuman satu, yaitu buat musiknya. Mereka tahu musiknya, siapa lineup-nya, dan sebagainya. Kalau menurut pengalamanku, clubbing di tempat lain itu sedikit beda, tujuannya bersosialisasi. Nah, kalo di Berlin semuanya fans musik; mulai dari musik dan community based banget.

HB: Pengalaman lo party Berlin kayaknya juga punya peranan besar ya dalam hidup lo? Hahaha! Apakah bener segila itu di sana?

D: Bisa dibilang iya, dalam soal ngambil keputusan untuk mengeksplor aliran electronic. Hahaha! Kalo soal beneran gila atau enggak party-nya, lo harus ke sana sendiri deh.

HB: Bisa diceritain nggak soal soal transisi lo sebagai musisi yang dulu lebih ke band konvensional dengan gitar lalu sekarang mainin electronic. Apa yang menarik dari electronic music sampe akhirnya lo kepikiran bikin solo project BLOODMOON—yang jadi identitas baru lo sekarang?

D: Kalau buat aku pribadi, ada sebuah kebebasan sih di electronic music. Karena main band yang konvensional, dengan gitar, drums, dll, lama kelamaan jadi sesuatu yang membatasi aku. Aku ngerasa ada kotak yang bikin aku nggak bisa bermain di luar kotak itu, mentok, dan nggak tau gimana caranya keluar dari pemikiran itu. Jadi, aku ambil keputusan untuk bener-bener ganti aliran, buat menghilangkan kotak itu. Dan electronic music itu hal baru buatku, jadi aku belum mikir bakal ada batasnya atau enggak.

HB: Jadi bisa dibilang ini project starting over lo sebagai musisi ya?

D: Sebenernya istilah yang paling tepat tuh lebih ke “reinvention” sih, nemuin kembali diriku sebagai musisi.

HB: What albums you grew up listening to dan sampe sekarang masih punya pengaruh penting buat lo dan musik lo sampe hari ini, terutama untuk BLOODMOON? Dan kenapa?

D: Kalau disuruh jawab sih ya salah satunya The Rise and Fall of Ziggy Stardust and the Spiders from Mars-nya David Bowie. Tapi terus terang aku sama sekali pengen menjauhkan diri dari influence-ku yang lama-lama, makanya ini pertanyaan yang rada susah buat kujawab. Intentionally, aku nggak pengen ada patokan influence karena aku pengen bener-bener nyemplung langsung ke dunia electronic. Cuma kenapa aku nyebut The Rise and Fall of Ziggy Stardust and the Spiders from Mars, karena aku tau album itu bener-bener menerobos batasan-batasan pada zamannya, dan itu adalah spirit yang bener-bener pengen aku pengen terapkan dalam proses kreatifku sekarang.

HB: Selama hidup lo, you moved a lot, dari AS, ke Indonesia, lalu Australia, terus Inggris, ke Jerman, dan sekarang di Indonesia lagi. Apa yang lo pelajari dari pengalaman “nomaden” itu?

D: Pelajarannya sih banyak, tapi salah satu yang paling berharga buatku adalah aku merasa jadi makin punya kemampuan untuk lebih terbuka dan pengertian terhadap orang lain. Karena setiap negara yang aku datengin, budayanya beda-beda pastinya, dan aku jadi belajar terus untuk beradaptasi. Jadi kalo ketemu orang yang beda pendapat, sekarang aku nggak gampang lebih menghakimi.

HB: Secara kreatif, itu bakal ngaruh ke proses bermusik lo juga nggak?

D: Ya, pastinya. Tentang keterbukaan itu ya, dan cara beradaptasi di ekosistem yang berbeda-beda.

HB: How’s being an Indonesian and experiencing its culture shaped you as a musician?

D: Sebenernya lebih ke aku datang dari keluarga yang bermusik, dari bokap, dan pertama kali terekspos musik dari dia, jadi ya itu otomatis membentukku jadi aku yang sekarang. Lebih ke dari situnya sih yang dampaknya besar buatku, terlepas dari faktor lainnya.

 

HB: Banyak yang bilang, salah satu cara nyari lagu baru adalah dengan digging soundtrack game, dan FIFA jadi salah satu game yang punya sejarah panjang dengan soundtrack yang selalu well-curated dan bisa dibilang jadi sumber buat nyari lagu. Gimana rasanya lagu bikinan lo lagi-lagi masuk ke dalam soundtrack FIFA? Dulu “Science of Fear”-nya The Temper Trap buat FIFA 10 taun 2009, dan sekarang single BLOODMOON pertama, “Disarm”, jadi sontrek FIFA 22.

D: Ya aku sih seneng banget lah punya relationship sama FIFA, walaupun gue nggak main game-nya. Aku selalu seneng ketika ada jalur baru untuk menjangkau fans atau orang untuk menemukan musikku.

“Aku selalu nemuin sesuatu yang baru di Indonesia, atau paling enggak, ketika ngeliat performance musisi electronic atau DJ di sini, aku dapet sense of freshness dari apa yang mereka mainin, dan itu exciting buatku.”

HB: Apakah lo nyimak scene musik Indonesia sekarang?

D: Gue cuman nyimak yang di Bali aja dan spesifik di electronic.

HB: Menurut lo apa yang menarik dari scene electronic music di Bali?

D: Di sini, menurut pengamatanku, segala sesuatunya kayak terasa baru aja, dan itu yang bikin menarik. Aku selalu nemuin sesuatu yang baru di Indonesia, atau paling enggak, ketika ngeliat performance musisi electronic atau DJ di sini, aku dapet sense of freshness dari apa yang mereka mainin, dan itu exciting buatku, apalagi sekarang tinggal di sini dan memainkan musik electronic juga.

HB: Apa yang menginspirasi lo belakangan ini?

D: Culture sih. Musik-musik dari orang lain juga. Kebanyakan sih ya pop culture, misal liat video yang bagus, atau desain yang bagus, terus dateng ke party ngeliat DJ yang bagus. Dateng ke sebuah acara dan mendapatkan hal-hal menarik yang di luar ekspektasi itu pasti membekas banget buat aku, dan justru itu ngasih inspirasi.

HB: Setelah BLOODMOON, lo kepikiran ngelakuin sesuatu atau bikin apalagi nggak?

D: Direct film mungkin, kayaknya seru juga, mungkin bisa dimulai dari videoklip. Asik juga bisa bikin cerita dan direct videoklip atau film, misalnya.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by BLOODMOON (@_bloodmoonmusic)

Baca Artikel Lengkap

Baca Berikutnya

Tom Holland Nggak Akan Balik untuk 'Spider-Man Freshman Year'
Hiburan

Tom Holland Nggak Akan Balik untuk 'Spider-Man Freshman Year'

Berikut penjelasannya.

The Panturas Siap Gelar Tur "Wahana Ombak Banyu Asmara"
Musik

The Panturas Siap Gelar Tur "Wahana Ombak Banyu Asmara"

Dalam rangka ngerayain perilisan album mereka “Ombak Banyu Asmara”.

Paris Saint-Germain dan VERDY Hadirkan Custom Away Jersey Spesial
Fashion

Paris Saint-Germain dan VERDY Hadirkan Custom Away Jersey Spesial

Debut saat melawan Kawasaki Frontale di Tokyo dini hari tadi.

Band Metallic Hardcore Asal Palu, DEFY, Rilis Album Baru Berjudul 'Who Suffer?'
Musik

Band Metallic Hardcore Asal Palu, DEFY, Rilis Album Baru Berjudul 'Who Suffer?'

Salah satu rilisan hardcore lokal yang menarik di tahun ini.

Sweda Hadirkan Desain Trofi Piala Presiden 2022
Desain

Sweda Hadirkan Desain Trofi Piala Presiden 2022

Ini adalah kali ketiga Sweda dipercaya buat menggarap trofi piala prestisius tersebut.


Michael Tartaglia Gelar Solo Exhibition "The First Day of Winter" di Bandung
Seni

Michael Tartaglia Gelar Solo Exhibition "The First Day of Winter" di Bandung

Hasil kolaborasi bareng Labyrinth Lab yang diadakan sampai tanggal 22 Juli 2022 di 107 Garage Room, Bandung.

Akhirnya! Facebook, Instagram, dan WhatsApp Nggak Jadi Diblokir Pemerintah
Tech & Gadgets

Akhirnya! Facebook, Instagram, dan WhatsApp Nggak Jadi Diblokir Pemerintah

Berikut penjelasannya.

Exclusive Preview: Pot Meets Pop x Sublime Collection
Fashion

Exclusive Preview: Pot Meets Pop x Sublime Collection

Menampilkan visual serta graphics dari arsip artwork dan fotografi band legendaris tersebut.

Berikut Official Look dari Air Jordan 1 Low "Bordeaux"
Footwear

Berikut Official Look dari Air Jordan 1 Low "Bordeaux"

Cop or drop?

Film 'Inang' Sukses Ditayangin untuk Pertama Kalinya di Buncheon International Fantastic Film Festival 2022
Hiburan

Film 'Inang' Sukses Ditayangin untuk Pertama Kalinya di Buncheon International Fantastic Film Festival 2022

Bakal segera hadir juga di bioskop Indonesia tahun ini.

More ▾