Through The Lens: Dennis Arthur
Melihat lebih dekat karya film photography-nya yang nunjukkin scene lifestyle di Bali secara raw dan bold.
![](https://image-cdn.hypb.st/https%3A%2F%2Fid.hypebeast.com%2Ffiles%2F2022%2F04%2Fthrough-the-lens-dennis-arthur-01.jpg?cbr=1&q=90)
Through The Lens adalah rubrik khusus yang menghighlight para fotografer dari berbagai macam style fotografi, mulai dari portrait, landscape, fine art, fashion, sampai dokumenter. Lewat Through The Lens, tiap fotografer yang kami hadirkan akan memberikan insight mengenai karya beserta approach menarik mereka dalam memotret.
Beberapa tahun belakangan, nama Dennis Arthur selalu muncul kalau ngomongin lifestyle photography di Indonesia, terutama di Bali.
Mulai dari editorial bagi bermacam brand dan publications, dokumentasi gigs maupun party, hingga project yang sifatnya lebih personal, Dennis punya style yang bisa dibilang distinctive sebagai fotografer yang menggunakan kamera film. Karyanya selalu menampilkan vibe yang raw dan apa adanya, namun punya sense yang “eksperimental”; berhasil ngasih personality tersendiri terutama pada foto-foto portrait yang jadi signature-nya selama ini.
Lewat edisi terbaru Through The Lens ini, kami melihat lebih dekat gimana Dennis ngeksplor style fotonya tersebut sampai saat ini serta approach-nya dalam memotret yang bikin dia jadi fotografer yang mencuri perhatian saat ini.
HB: Hi Dennis, gimana sih awalnya lo bisa terjun ke dunia fotografi?
Dennis Arthur (D): Gue masuk kuliah tahun 2010, jurusan keperawatan. Lalu karena kuliah gue nggak terlalu berhubungan sama dunia fotografi, akhirnya gue kerja magang sambil kuliah di kantor humas dan terlibat dalam beberapa project yang berhubungan dengan fotografi, salah satunya dalam pembuatan buku tahunan. Lulus kuliah gue kerja as dive master di Bali. Di situ akhirnya gue ketemu tamu yang punya wedding photo company gitu namanya Indigosix Photoworks. Nah, dari mereka nih gue bener-bener belajar untuk motret; gue sempet magang di sana pula.
Setelah itu, gue mutusin buat jalan sendiri terus balik ke Bali lagi. Di tahun 2016, gue mulai kerja di Pretty Posion sebagai “photographer”. Beberapa foto gue waktu itu sempet masuk dan dicetak di majalah luar, bahkan sempet pernah ada di Times Square, New York. Walaupun nggak ke-highlight kayak brand-brand Indonesia yang rame di sana, tapi seenggaknya gue bangga dengan pencapaian itu.
HB: Gimana lo nge-develop style fotografi lo saat ini?
D: Buat sekarang, gue masih suka ngeksplor. Gue saat ini lagi seneng-senengnya foto pake kamera film. Gue nemuin beberapa keunikan tersendiri di film photography dan itu juga yang ngebantu gue buat nunjukin style photo gue, misalkan double exposure photo atau half-frame film camera. Gue selalu penasaran banget sama hasil dari menggunakan roll film expired; antara zonk atau bener-bener bagus banget. Menurut gue, expired film selalu ngasih unexpected result, mulai dari texture aneh yang ada di foto dan warna dari hasilnya. Itu yang selalu membuat gue sendiri amazed dan pengen nyobain terus.
HB: Ada nggak fotografer lain yang lagi lo into? Someone yang menginspirasi lo buat berkarya.
D: Siapa ya? Ya yang spesifik banget sih nggak ada. Gue kebanyakan liat karya foto dari fotografer lewat Instagram aja sih.
HB: Menurut lo apa sih detail yang bikin sebuah foto jadi lebih hidup? Gimana cara lo utilize hal tersebut dalam karya foto lo?
D: Menurut gue sih, koneksi antara gue sebagai fotografer dengan object yang gue potret itu penting. Kalau gue pengen memfoto portrait seseorang, gue biasanya ngobrol dulu untuk build trust dan emotions-nya gitu, jadi gue tau apa yang harus gue ceritain nantinya dari foto yang gue ambil itu.
HB: Apa yang mau lo achieve dalam beberapa tahun ke depan sebagai fotografer?
D: Mungkin yang paling deket sih pengen punya buku atau zine. Gue juga pengen sih bikin photo exhibition.
“Gue nemuin beberapa keunikan tersendiri di film photography dan itu juga yang ngebantu gue buat nunjukin style photo gue, misalkan double exposure photo atau half-frame film camera.”
“Menurut gue, expired film selalu ngasih unexpected result, mulai dari texture aneh yang ada di foto dan warna dari hasilnya. Itu yang membuat gue selalu amazed.”
“Kalau gue pengen memfoto portrait seseorang, gue biasanya ngobrol dulu untuk build trust dan emotions-nya gitu, jadi gue tau apa yang harus gue ceritain nantinya dari foto yang gue ambil itu.”